Video Animasi untuk mempresentasikan proses Program Keluarga Harapan - Kementrian Sosial RI. Video ini merupakan sebuah inovasi untuk menyampaikan gagasan dengan cara yang lebih menarik,
kreatif, dan efektif.
Sumber : ArfadiaMedia
Kamis, 22 Agustus 2013
Selasa, 20 Agustus 2013
Minggu, 04 Agustus 2013
Kisah Tasripin, Bocah 12 Tahun yang Harus Menghidupi Ketiga Adiknya
Jakarta - Jauh di sebuah Dusun di Desa Gunung Lurah,
Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, Tasripin (12) bocah tanggung
dari Dusun Pesawahan harus hidup sendiri dan mencari nafkah untuk
menghidupi ketiga adiknya Dandi (9) Riyanti (7) dan Daryo (5). Tasripin
harus bekerja di sawah agar adik-adiknya tetap bisa makan.
Di rumah bilik kayu dengan luas 5x7 meter persegi dengan satu ruang kamar luas 3x3 meter persegi dan sebuah dapur dengan tungku kayu bakar serta isi perabotan yang sangat sederhana dan hanya terdapat dua buah kursi panjang dan satu meja, beralaskan lantai semen yang sudah pecah, hidup empat bocah sebatang kara. Ayah mereka pergi bekerja di Kalimantan bersama kakak tertuanya, sementara ibunya meninggal akibat tertimbun longsor saat sedang mencari pasir satu tahun lalu.
Kini bocah-bocah tersebut harus hidup sebatang kara dan tidur dalam satu kamar dengan kasur dan bantal yang sudah tampak lusuh dengan ditutupi matras. Ketiga adiknya sangat mengandalkan kakak kedua mereka, Tasripin, yang setiap hari harus bekerja di sawah dengan mencangkul, membersihkan sisa-sisa padi serta menanam padi bersama warga desa pada saat masa tanam.
"Ibu sudah meninggal dan bapak bekerja di Kalimantan bersama kakak," kata Tasripin, Jumat (12/4/2013).
Hampir setiap hari, Tasripin mesti pergi ke sawah untuk mencari uang demi menghidupi ketiga adiknya. Para tetangga sekitar yang simpati dengan keadaan Tasripin pun kadang sering membantu menberikan nasi maupun lauk pauk bagi bocah-bocah tersebut. Tak jarang mereka hanya makan dengan nasi seadanya namun tampak nikmat.
"Kalau berangkat ke sawah jam 7 pagi dan pulang jam 12 siang. Kadang sehari dapet Rp. 30 - 40 ribu sehari. Itu beli beras dan sayur. Sisanya untuk jajan adik," jelas bocah yang telah putus sekolah itu.
Pagi sebelum dia berangkat ke sawah, Tasripin harus memasak nasi dan sayur untuk adik-adiknya. Selain memasak, dia juga harus mencuci pakaian, menyapu serta memandikan adik-adiknya. Tapi bukan hanya sekedar memandikan dan memberikan makan untuk adik-adiknya, dia pun bertanggung jawab terhadap akhlak adik-adiknya dengan mengajak adik-adiknya salat dan mengaji di musala depan rumahnya.
Tanggung jawab yang besar membuat dia harus bekerja keras, tidak jarang jika tidak mendapatkan pekerjaan, dia harus mengutang beras di warung. "Kalau tidak ada uang suka utang di warung, bayarnya nanti kalau bapak pulang," katanya.
Saat ini Tasripin harus berhenti bersekolah, karena menunggak biaya SPP, sementara kedua adiknya Dandi dan Riyanti pun tidak melanjutkan sekolah karena malu sering diejek oleh teman-temannya. Hanya Daryo, adik terakhirnya yang masih bersekolah di PAUD di dusun tersebut.
"Sudah tidak sekolah SD, hanya satu adik saya yang sekolah di Paud, Kadang saya yang biayain, kadang menunggu kiriman dari bapak," ujarnya polos.
Dulu saat sekolah dia harus menempuh jarak sekitar 3 kilometer untuk mencapai tempat sekolahnya, jalan berbatu dan perbukitan serta hutan harus dilalui dia setiap harinya. Maklum, Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok berada di lereng kaki Gunung Slamet demgan jumlah penduduk 319 Jiwa dengan 187 rumah.
sumber : http://news.detik.com
Di rumah bilik kayu dengan luas 5x7 meter persegi dengan satu ruang kamar luas 3x3 meter persegi dan sebuah dapur dengan tungku kayu bakar serta isi perabotan yang sangat sederhana dan hanya terdapat dua buah kursi panjang dan satu meja, beralaskan lantai semen yang sudah pecah, hidup empat bocah sebatang kara. Ayah mereka pergi bekerja di Kalimantan bersama kakak tertuanya, sementara ibunya meninggal akibat tertimbun longsor saat sedang mencari pasir satu tahun lalu.
Kini bocah-bocah tersebut harus hidup sebatang kara dan tidur dalam satu kamar dengan kasur dan bantal yang sudah tampak lusuh dengan ditutupi matras. Ketiga adiknya sangat mengandalkan kakak kedua mereka, Tasripin, yang setiap hari harus bekerja di sawah dengan mencangkul, membersihkan sisa-sisa padi serta menanam padi bersama warga desa pada saat masa tanam.
"Ibu sudah meninggal dan bapak bekerja di Kalimantan bersama kakak," kata Tasripin, Jumat (12/4/2013).
Hampir setiap hari, Tasripin mesti pergi ke sawah untuk mencari uang demi menghidupi ketiga adiknya. Para tetangga sekitar yang simpati dengan keadaan Tasripin pun kadang sering membantu menberikan nasi maupun lauk pauk bagi bocah-bocah tersebut. Tak jarang mereka hanya makan dengan nasi seadanya namun tampak nikmat.
"Kalau berangkat ke sawah jam 7 pagi dan pulang jam 12 siang. Kadang sehari dapet Rp. 30 - 40 ribu sehari. Itu beli beras dan sayur. Sisanya untuk jajan adik," jelas bocah yang telah putus sekolah itu.
Pagi sebelum dia berangkat ke sawah, Tasripin harus memasak nasi dan sayur untuk adik-adiknya. Selain memasak, dia juga harus mencuci pakaian, menyapu serta memandikan adik-adiknya. Tapi bukan hanya sekedar memandikan dan memberikan makan untuk adik-adiknya, dia pun bertanggung jawab terhadap akhlak adik-adiknya dengan mengajak adik-adiknya salat dan mengaji di musala depan rumahnya.
Tanggung jawab yang besar membuat dia harus bekerja keras, tidak jarang jika tidak mendapatkan pekerjaan, dia harus mengutang beras di warung. "Kalau tidak ada uang suka utang di warung, bayarnya nanti kalau bapak pulang," katanya.
Saat ini Tasripin harus berhenti bersekolah, karena menunggak biaya SPP, sementara kedua adiknya Dandi dan Riyanti pun tidak melanjutkan sekolah karena malu sering diejek oleh teman-temannya. Hanya Daryo, adik terakhirnya yang masih bersekolah di PAUD di dusun tersebut.
"Sudah tidak sekolah SD, hanya satu adik saya yang sekolah di Paud, Kadang saya yang biayain, kadang menunggu kiriman dari bapak," ujarnya polos.
Dulu saat sekolah dia harus menempuh jarak sekitar 3 kilometer untuk mencapai tempat sekolahnya, jalan berbatu dan perbukitan serta hutan harus dilalui dia setiap harinya. Maklum, Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok berada di lereng kaki Gunung Slamet demgan jumlah penduduk 319 Jiwa dengan 187 rumah.
sumber : http://news.detik.com
Ini Kisah 3 Kakak Adik Siswi SMP Berjuang Jadi Buruh Cuci untuk Keluarga
Purbalingga - Kisah Indah Sari (17), Supriani Astuti (15), dan Juliah (13) menggambarkan bagaimana hidup harus diperjuangkan. Di tengah kemiskinan mereka tetap berjuang untuk sekolah. Warga Dusun Batur, Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah, ini rela menjadi buruh cuci untuk hidup dan biaya pendidikan.
Ketiganya bersekolah di SMP 4 Rembang, Jateng. Mereka terpaksa menjadi buruh cuci dan buruh pembuat bulu mata palsu untuk menghidupi ibu mereka Tarmini yang mengalami depresi berat dan tak bisa berbuat apa-apa, serta adik mereka Sayang (5). Sang ayah sudah meninggal.
"Pernah tidak punya beras, hutang ke warung dan bayarnya nanti menunggu kiriman Mas Tanto, tapi sekarang sudah tidak pernah utang lagi," jelas Indah saat ditemui wartawan di rumahnya, Rabu (1/5/2013).
Tanto adalah kakak tertua yang bekerja di Kalimantan Timur. Sebulan berkirim uang Rp 300 ribu, itu pun dipotong membayar utang Rp 100 ribu kepada seseorang.
Tekad bersekolah dan memberi makan keluarga, ketiganya nyambi menjadi buruh. Penghasilan sebagai buruh memang tak seberapa, tapi bisa memberi makan mereka dua kali sehari.
"Kalau membuat bulu mata palsu dapatnya Rp 10 ribu itupun selama dua hari membuatnya. Kalau kami bertiga berarti dapatnya Rp 30 ribu. Kadang juga suka mencuci pakaian tetangga, tapi tidak tentu, jika mengandalkan uang dari Mas Tanto tidak cukup," jelas Indah.
"Kalau pagi tidak pernah sarapan, makannya nanti sepulang sekolah, itu pun hanya dua kali siang dan malam, pernah makan satu kali, itu pun malam," tambah Indah.
Bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko sudah menyambangi rumah mereka yang berbilik bambu dan beralaskan tanah. Bupati memberi bantuan mie dan uang. Bupati tengah berembuk untuk membantu biaya sekolah mereka.
Bagi pembaca detikcom yang berkenan memberi sumbangan silakan salurkan langsung bantuan Anda ke rekening Indah Sari No Rekening : 3723-01-016509-53-0, BRI Unit Karangmoncol, atas Nama: Indah Sari.
Alamat rumah mereka di RT 1/ Rw. 9 Dusun Batur, Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah.
Satu Hari Pengemis Dapat Rp 400 Ribu
PURWOKERTO – Siapa yang menyangka, pengemis yang penampilannya
terlihat memelas ternyata memiliki penghasilan yang cukup besar. Dalam
satu hari, satu orang pengemis bisa mendapatkan ratusan ribu rupiah.
Salah satu warga Sumampir, Pramu mengatakan pernah ngobrol dengan seorang pengemis di area Stasiun Purwokerto. Dia sempat kaget dengan penghasilan pengemis yang mencapai Rp 400 ribu sehari. “Dia bilang ke saya, sehari maksimal bisa dapat Rp 400 ribu. Sempat kaget juga,” katanya.
Salah satu pedagang di Terminal Purwokerto mengatakan, operandi pengemis memang sudah tertata rapi. Dari pengemis yang biasa mampir di warungnya, mereka sudah berkoordinasi terlebih dulu melalui telepon seluler untuk pembagian pos ‘mangkal’. Bahkan tidak jarang dia melihat pengemis yang datang dan pergi dengan diantar sepeda motor dengan merek terbaru.
“Pekerjaan pengemis dijadikan sebagai pekerjaan utama. Untuk biaya sekolah anak. Tapi saat dijemput mereka pakai motor,” cerita perempuan (60) yang tidak mau disebutkan namanya.
Kepala Seksi Operasi Satpol PP Banyumas, Roni Hidayat mengatakan, teknologi yang makin maju membuat pihaknya memiliki kendala saat melakukan razia Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT). “Ketika kita sudah di satu titik, maka mereka akan memberi kabar yang lain. Ketika kita sudah di sana, maka (PGOT) tinggal sedikit atau tidak sama sekali,” terang dia.
Sementara itu, Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Dinsosnakertrans Kabupaten Banyumas, Suwartono memperkirakan, kurang lebih ada 175-an pengemis yang berkeliaran setiap hari di Purwokerto. Mereka tersebar di perempatan lampu merah, tempat ibadah, hingga dari satu toko ke toko lain. “Kurang lebih segitu. Jika se-Banyumas jumlahnya akan lebih banyak lagi,” tuturnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, angka tersebut akan bertambah saat hari Jumat dan liburan sekolah. Kenaikan jumlah pengemis mencapai 100 persen. Cara beroperasinya, kata dia, datang bergerombol dari suatu lokasi dan kemudian menyebar. Suwartono menuturkan, penghasilan pengemis bisa mencapai Rp 100 ribuan per hari. Ini dilihat dari banyaknya toko dan lampu merah di Purwokerto.
“Untuk kawasan Jalan Jenderal Soedirman saja, sudah berapa toko,” terang dia, yang mengaku meski sudah melakukan penertiban dan mengikutsertakan dalam rehabilitasi sosial, tetap saja ditemui wajah-wajah lama.
Untuk itu Suwartono mengimbau kepada masyarakat tidak memberikan sumbangan. Memberikan bantuan akan lebih efektif jika dikelola secara kelembagaan. “Ini tidak bisa terwujud tanpa peran serta masyarakat,” kata dia. (azz/sus)
http://www.radarbanyumas.co.id
Salah satu warga Sumampir, Pramu mengatakan pernah ngobrol dengan seorang pengemis di area Stasiun Purwokerto. Dia sempat kaget dengan penghasilan pengemis yang mencapai Rp 400 ribu sehari. “Dia bilang ke saya, sehari maksimal bisa dapat Rp 400 ribu. Sempat kaget juga,” katanya.
Salah satu pedagang di Terminal Purwokerto mengatakan, operandi pengemis memang sudah tertata rapi. Dari pengemis yang biasa mampir di warungnya, mereka sudah berkoordinasi terlebih dulu melalui telepon seluler untuk pembagian pos ‘mangkal’. Bahkan tidak jarang dia melihat pengemis yang datang dan pergi dengan diantar sepeda motor dengan merek terbaru.
“Pekerjaan pengemis dijadikan sebagai pekerjaan utama. Untuk biaya sekolah anak. Tapi saat dijemput mereka pakai motor,” cerita perempuan (60) yang tidak mau disebutkan namanya.
Kepala Seksi Operasi Satpol PP Banyumas, Roni Hidayat mengatakan, teknologi yang makin maju membuat pihaknya memiliki kendala saat melakukan razia Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT). “Ketika kita sudah di satu titik, maka mereka akan memberi kabar yang lain. Ketika kita sudah di sana, maka (PGOT) tinggal sedikit atau tidak sama sekali,” terang dia.
Sementara itu, Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Dinsosnakertrans Kabupaten Banyumas, Suwartono memperkirakan, kurang lebih ada 175-an pengemis yang berkeliaran setiap hari di Purwokerto. Mereka tersebar di perempatan lampu merah, tempat ibadah, hingga dari satu toko ke toko lain. “Kurang lebih segitu. Jika se-Banyumas jumlahnya akan lebih banyak lagi,” tuturnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, angka tersebut akan bertambah saat hari Jumat dan liburan sekolah. Kenaikan jumlah pengemis mencapai 100 persen. Cara beroperasinya, kata dia, datang bergerombol dari suatu lokasi dan kemudian menyebar. Suwartono menuturkan, penghasilan pengemis bisa mencapai Rp 100 ribuan per hari. Ini dilihat dari banyaknya toko dan lampu merah di Purwokerto.
“Untuk kawasan Jalan Jenderal Soedirman saja, sudah berapa toko,” terang dia, yang mengaku meski sudah melakukan penertiban dan mengikutsertakan dalam rehabilitasi sosial, tetap saja ditemui wajah-wajah lama.
Untuk itu Suwartono mengimbau kepada masyarakat tidak memberikan sumbangan. Memberikan bantuan akan lebih efektif jika dikelola secara kelembagaan. “Ini tidak bisa terwujud tanpa peran serta masyarakat,” kata dia. (azz/sus)
http://www.radarbanyumas.co.id
Proses PKH
Proses PKH terdiri dari,
- Seleksi dan Penetapan lokasi PKH
- Sosialisasi dan Rapat Koordinasi
- Rekruitmen dan Diklat Pendamping- Operator PKH
- Pembentukan Sekretariat UPPKH Kab/Kota (Perangkat SIM PKH)
- Pertemuan Awal dan Validasi calon Peserta PKH
- Pembayaran pertama kali dan Rekonsiliasi
- Bimbingan Teknis (Reguler dan Service Provider)
- Verifikasi komitmen peserta PKH pada layanan Kesehatan dan Pendidikan
- Pembayaran berdasarkan verifikasi
- Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Apa Itu PKH ?
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan
tunai bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang telah
ditetapkan sebagai peserta PKH. Agar memperoleh bantuan, peserta PKH
diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen yang terkait dengan upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan
kesehatan
Hak RTSM :
- Mendapatkan bantuan uang tunai
- Memeriksakan anggota keluarganya (Ibu Hamil dan Balita) ke fasilitas kesehatan (Puskesmas, dll).
- Menyekolahkan anaknya dengan tingkat kehadiran sesuai ketentuan